Minggu, 21 Februari 2016

PADANG BULAN - Adrea Hirata

Ringkasan novel Padang Bulan karya Andrea Hirata


Menjelang tengah hari, sebuah mobil pikap berhenti  di depan rumah. Dua lelaki mengangkat benda yang di bungkus dengan terpal dari bak mobil itu dan membawanya masuk ke dalam rumah. Syalimah bertanya-tanya. Mereka tak mau jawab.
“Malam ini ada pasar malam di Manggar, Mak Cik,” kata salah seorang lelaki itu sambil tersenyum.
Syalimah memandangi benda itu dengan gugup, tapi gembira. Yang dimaksudkejutan oleh suaminya, Zamzani, pasti benda itu. Ternyata kejutan menimbulkan sebuah perasaan gembira tak terkira. Sekarang ia paham mengapa orang-orang kaya menyukaikejutan.
Perlahan pasti Syalimah meraba terpal yang menutupi benda itu bermaksud membukanya. Berulang kali Syalimah memutuskan tidak membukanya sampai sang suami pulang namun rasa penasarannya tak tertahankan. Ia memberanikan diri. Ia memejamkan mata dan menarik terpal. Ia membuka matanya dan terkejut tak kepalang melihat sesuatu berkilauan : sepeda Sim King made in RRC!
Syalimah hening. Zamzani ternyata memendam apa yang ia katakan saat hamil anak meraka keempat. Berbonceng bersama ke pasar malam seperti yang ayah Syalimah lakukan bersamanya dulu. Ia terharu. Bahkan itu bukanlah sebuah permintaan. Syalimah lantas hilir mudik di dapur berpikir bagaimana membagi anak-anaknya pada tiga sepeda. Untuk pergi bersama sekeluarga ke pasar malam.
Kemudian Syalimah tak sabar menunggu suaminya pulang. Ia berdiri di ambang jendela, tak lepas memandangi langit yang mendung dan ujung jalan yang kosong. Syalimah gembira melihat seseorang bersepeda dengan cepat. Jika orang itu—Sirun—telah pulang, pasti suaminya segera pula pulang. Namun, Sirun berbelok menuju rumah Syalimah dengan tergesa-gesa. Buruh kasar itu langsung masuk dan dengan gemetar mengatakan bahwa telah terjadi kecelakaan. Zamzani tertimbun tanah. Napasnya tercekat. Sirun memintanya menitipkan anak-anaknya dan mengajaknya ikut ke tambang.
Sampai di sana, Syalimah mendengar orang berteriak-teriak panik dan menggunakan alat apa saja untuk menggali tanah yang menimbun Zamzani. Syalimah berlari dan bergabung dengan mereka. Ia menggali tanah dengan tanganya sambil tersedak-sedak memanggil-manggil suaminya. Keadaan menjadi semakin sulit karena hujan turun. Tanah yang menimbun Zamzani berubah menjadi lumpur. Para penambang berebut dengan waktu. Jika terlambat, Zamzani pasti tak tertolong dan Zamzani mulai masuk saat-saat tak tertolong itu. Syalimah menggali seperti orang lupa diri sambil menangis, sampai ujung-ujung jarinya berdarah. Ia berharap Zamzani tertimbun dalam keadaan tertelungkup. Penambang yang tertimbun dalam keadaan telentang tak pernah dapat diselamatkan. Galian semakin dalam, Zamzani belum tampak juga. Tiba-tiba Syalimah melihat sesuatu. Ia menjerit.
Download di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar